Kerangka Dasar Pemikiran pada Peneltian Keislaman
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan yang dapat diperoleh suatu penelitian, tergantung pada nilai guna bagi yang hendak memanfaatkan hasil penelitian itu. Dari hasil penelitian itu, seseorang dapat menggunakannya untuk: (1) mengembangkan kerangka dan konsep teoritis disiplin ilmu yang digunakan, (2) tujuan praktis, seperti pengambilan kebijakan atau keputusan guna penataan kehidupan masyarakat yang hendak dibina dan diatur, sesuai dengan yang dikehendaki.
Meneliti fenomena keislaman, berarti mempelajari perilaku manusia dalam kehidupan beragama. Fenomena keislaman itu sendiri adalah perwujudan sikap dan prilaku manusia menyangkut hal-hal yang dipandang suci, keramat, dan beralasan dari suatu kegaiban dalam Islam.
Penelitian dalam lapangan keislaman, pada awalnya memerlukan ketepatan cara pandang untuk menemukan posisi yang sesungguhnya dari obyek hidup keislaman itu dalam masyarakat dan kebudayaan yang hendak diteliti. Aspek-aspek keislaman itu mempunyai arti dan kedudukan lain pada fenomena kehidupan sosial budaya lainnya.
Menurut Mattulada, ilmu-ilmu agama pada segi-segi yang menyangkut masalah sosial, menjadi bagian yang dapat diteliti dan diamati dengan menggunakan piranti atau metodologi ilmiah. Kalau segi-segi yang diamati itu berada pada posisi fenomena sosial, maka metode pengkajian yang digunakan adalah metode-metode ilmu-ilmu sosial. Bagi A. Mukti Ali, cara pengumpulan gejala-gejala keagamaan mirip dengan pengumpulan data-data dalam sosiologi. Meski demikian, pengumpulan datanya bukanlah sosiologi melulu, sebab umat
Islam sebagai sasaran penelitian budaya, tidak berarti bahwa Islam yang diteliti itu adalah hasil kreasi budaya manusia, tetapi pendekatan yang digunakannya adalah pendekatan yang lazim digunakan dalam penelitian budaya. Sebagai contoh adalah penelitian Hasan Muarif Ambary tentang studi arkeologi di Samudra Pasai dan Brunei Darussalam yang dapat menggambarkan keberadaan kedua kerajaan Islam tersebut. Proses penelitian yang dilakukan Ambary adalah meneliti makam raja-raja Muslim yang ada di kedua wilayah itu. Hasilnya menunjukkan bahwa antara kedua kerajaan itu memiliki kontak budaya dengan kerajaan-kerajaan lain, seperti Mataram dan
Islam sebagai sasaran penelitian sosial, tidak terlepas dari kajian sosiologi agama. Salah satu metode penelitian sosial yang digunakan dalam penelitian agama adalah grounded research, yaitu suatu metodologi penelitian sosial yang bertujuan untuk menemukan teori melalui data yang diperoleh secara sistematik, dengan menggunakan metode analisis komparatif konstan. Sebagai contoh adalah konflik dan integrasi yang terjadi dalam masyarakat Bugis Amparita. Penelitian ini menelusuri tiga kelompok keagamaan, yaitu orang-orang Islam, orang-orang Towani Tolotang, dan orang-orang Tolotang Benteng di Amparita, Sulawesi Selatan. Dalam berinteraksi satu sama lain, terkadang dalam bentuk konflik, terkadang dalam bentuk kerja sama, dan terkadang pula dalam bentuk integrasi.
Pada penelitian keislaman sebagai gejala sosial, masalah sedikit lebih kompleks dan diperlukan sistematika, ketimbang pada saat meneliti Islam sebagai gejala budaya. Dikatakan demikian, sebab penelitian ilmu sosial berupaya meletakkan dirinya mendekati penelitian kealaman, atau sekurang-kurangnya terletak antara penelitian budaya dan penelitian kealaman. Dengan demikian, desain penelitian agama sebagai gejala sosial, akan menekankan pentingnya penemuan keterulangan gejala yang diamati, sebelum sampai kepada kesimpulan.
Untuk meneliti masalah di atas, ada empat hal yang harus dilakukan oleh peneliti, yaitu: Pertama, merumuskan masalahnya, termasuk operasionalisasi konsep dari masalah yang disebut dalam judul. Kedua, signifikansi atau pentingnya penelitian. Ketiga, cara melakukan pengumpulan dan analisis data. Keempat, studi pustaka..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar