STUDI AGAMA
(Dalam Pendekatan Metode Ilmiah membentuk Pendidikan berkarakter)
Oleh . Dr.H. amir Mahmud, S.Sos, M.Ag
( Dosen Fisip Univet Sukoharjo )
Perhatian pemerintah terhadap perkembangan masyarakat khusunya akademik berkenaan pengolahan pendidikan yang berkarakter, telah menyulut untuk adanya perubahan dalam melahirkan dan menciptakan ilmuwan atau sarjana yang berkarakter, pandangan tersebut sangat beralasan ketika modernisme dan gelombang globalisasi sangat kuat pengaruhnya dalam membentuk karakter dan prilaku.
Dalam rubrik ini penulis mengajak dan turut memberikan sumbangsih keilmuan kepada pelaku penyelenggara pendidikan, dosen dan juga mahasiswa yang sedang menekuni research, terlebih bersinggungan pada hasil wilayah prilaku, bahwa sesungguhnya nilai-nilai agama yang menjadi ajaran pada pemeluknya sangat berperan membentuk pola pikir dan pola laku . Maka dalam bahasan ini, dibutuhkan terobosan baru sebagai wacana studi keagamaan perlu kiranya memiliki tempat research pada perguruan tinggi yang nota benenya keilmuan umum. Dengan asumsi bahwa Agama selalu berhubungan dan tak terpisahkan dengan sains, yang dapat pula diteliti,
Agama tidak hanya dikaji secara teologis dan filosofis saja sebagaimana pandangan beragama tradisional yang hanya melahirkan sebuah hukum haram dan tidaknya perbuatan, tetapi juga agama dapat dikaji secara ilmiah( pandangan akademik) yang tidak bertentangan dengan keadaan perkembangan zaman. Adapun kajian pendekatan ilmiah tersebut secara garis besar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: induktif, distansi metodis terhadap agamanya sendiri, analitis atau deskriptif, indikatif, dan empiris.
Adapun penjabarannya adalah :
- Induktif : maksudnya adalah bahwa dalam kajiannya bertitik tolak dari beberapa hal yang bersifat khusus kemudian disimpulkan secara umum.
Misalnya, setelah peneliti mendapatkan adanya perintah-perintah untuk menyiarkan agama pada ajaran-ajaran agama Budha, Kristen dan Islam, kemudian dapat disimpulkan : bahwa agama-agama seperti Budha, Kristen, Islam merupakan agama missionaris. Jadi pada kesimpulan umum tersebut dapat dirumuskan setelah memperoleh data khusus dari masing-masing agama yang sedang ditelitinya.
- Distansi metodis terhadap agamanya sendiri :
Pada tahapan ini si peneliti dalam mengkaji agama tidak terikat oleh ajaran agamanya sendiri atau tidak dicampuri oleh keyakinan agamanya, dimaksudkan terjaga dari unsur subyektifitas keyakinan.
Misalnya ketika pemeluk agama kristen mengkaji agama budha, maka dalam kajiannya itu bersikap netral atau tidak melibatkan keyakinan agama kristen di dalamnya.
- Analitis atau deskriptif :
Di maksudkan bahwa dalam kajiannya tidak normatif tetapi hanya mengumpulkan, menyususn, melukiskan, menguraikan dan mempertalikan gejala-gejala agama menjadi suatu keseluruhan.
Misalanya ketika pemeluk Islam mengkaji perkembangan ibadat di dalam ajaran kristen, maka ia dalam kajiannya terbatas pada penguraian perkembangan ibadat kristen saja tanpa menilai benar dan salahnya.
- Indikatif :
Pada pengertian ini, dalam kajiannya tidak imperatif, tetapi hanya menyelidiki gejala agama kemudian menguraikannya sejelas-jelasnya.
Oleh karena itu peneliti agama yang bersifat ilmiah hanya boleh menguraikan bahwa di dalam agama Islam ada perintah dakwah, tidak sampai menyatakan secara inperatif itu sudah melampaui kajian ilmiah, tetapi sudah menjadi kajian teologis.
- Empiris :
Maksudnya dalam kajiannya hanya menyangkut gejala-gejala agama yang dapat dialami atau diamati dan bukan yang bersifat metafisik.
Misalnya dalam kajian psikologi agama, yang diteliti adalah pengaruh keimanan kepada Tuhan tehadap jiwa seseorang. Pengaruh keimanan tersebut bersifat empiris, sehingga dapat dikaji secara ilmiah. Letak kajian tentang Tuhan ditempatkan dalam kajian teologis maupun Filosofis.
Semoga studi agama dalam pandangan dunia ilmu dan ilmuwan yang berkembang tidak terbatas pada peningkatan mutu pengetahuan agama semata tapi juga memberikan jawaban /output dan solusi pada moral dan akhlak dalam dinamika kehidupan bermasyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar